Example 325x300
Berita

Dampak Budaya Menganakemaskan Anak Laki-Laki, Warga Makassar Ungkap Konflik Warisan dalam Keluarga Tionghoa

×

Dampak Budaya Menganakemaskan Anak Laki-Laki, Warga Makassar Ungkap Konflik Warisan dalam Keluarga Tionghoa

Sebarkan artikel ini

MAKASSAR, MEDIABARU.CO.ID – Budaya meng anak emaskan anak laki-laki dalam keluarga Tionghoa kembali menjadi sorotan. Seorang warga Makassar, owner Hermin salon, membagikan pengalaman pribadinya terkait konflik keluarga yang bermula dari persoalan warisan dan perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan dalam keluarganya.

Ia mengungkapkan bahwa ia merasakan adanya perbedaan perlakuan di keluarga. Sebagai anak perempuan yang ikut membangun usaha salon bersama sang ibu, ia justru tersisihkan ketika harta peninggalan keluarga dibagi. Adik laki-lakinya mendapat porsi warisan lebih besar, meskipun tidak pernah terlibat langsung dalam usaha keluarga tersebut.

Example 325x300

“Saya yang bekerja keras membantu mami di usaha salon, tapi ketika warisan dibagi, adik saya malah menguasai sebagian besar aset, termasuk rumah dan ruko. Bahkan, saya harus menandatangani perjanjian yang memberatkan untuk menjual tanah warisan, padahal saya butuh dana untuk operasi mata saat itu,” ungkapnya dalam konferensi pers yang diadakan pada kamis, (10/07/25). Bertempat di Tempong Hasanuddin Jalan Sultan Hasanuddin 32 Makassar.

Pengalaman pahit ini makin diperburuk dengan dugaan tindak perundungan oleh isteri adiknya. ST, secara digital melalui aplikasi WA pesan pribadi yang kemudian ia laporkan ke polisi pada awal 2024. Namun, ia mengaku belum mendapatkan kejelasan hukum atas laporannya tersebut. case tersebut berhenti setelah ST diperiksa polisi.

Kasus ini membuka kembali diskusi mengenai budaya patriarki dalam keluarga Tionghoa. Mengutip jurnal Edulnovasi: Journal of Basic Educational Studies Vol. 5 No. 1 Tahun 2025 karya Catherine Stephanie & Listyo Yuwanto dari Fakultas Psikologi Universitas Surabaya, budaya Tionghoa memandang anak laki-laki sebagai penerus garis keturunan dan pewaris utama tanggung jawab keluarga, sesuai dengan sistem patrilineal dan patriarki yang dianut.

Ia pun menegaskan penolakannya terhadap budaya yang meng’ anak emas ‘kan anak laki-laki secara berlebihan. Menurutnya, budaya tersebut hanya melahirkan kesenjangan, keserakahan, dan konflik panjang antar saudara. “Saya cuma mau bilang, jangan pernah bermegah di atas keringat orang lain. Harta bisa dicari, tapi keadilan dan harga diri itu tak ternilai,” tegasnya.

Ia berharap kisah ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat untuk berlaku adil kepada anak, tanpa memandang gender. Ia juga mengajak masyarakat untuk meninggalkan pola pikir lama yang justru menciptakan perpecahan di dalam keluarga. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 1654x355