Example 325x300 Example 325x300
Ekobis

Perlunya Pengawasan Kemitraan UMKM Indonesia di Pasar Digital

×

Perlunya Pengawasan Kemitraan UMKM Indonesia di Pasar Digital

Sebarkan artikel ini

JAKARTA, MEDIABARU.CO.ID — Indonesia membutuhkan adanya regulasi yang melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam bertransaksi di pasar digital, sinergitas atau integrasi dalam pendataan kemitraan, peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta peningkatan edukasi bagi pelaku UMKM. Kesimpulan ini ditekankan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, dalam pertemuannya dengan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki, di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta. Keempat strategi diatas sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mendorong jumlah kemitraan UMKM, pemanfaatan platform digital oleh UMKM dalam bertransaksi, serta meningkatkan digitalisasi layanan pemerintahan.

Dalam pertemuan yang turut dihadiri oleh jajaran Anggota KPPU, seperti Budi Joyo Santoso, Moh. Reza, Eugenia Mardanugraha, Gopprera Panggabean, dan Hilman Pujanatersebut, Ketua KPPU menggarisbawahi bahwa pentingnya meningkatkan dan melindungi kemitraan UMKM. Dijelaskan bahwa UMKM memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena dengan jumlahnya yang mencapai 64,2 juta, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% produk domestik bruto Indonesia dengan nilai Rp8.573,89 triliun.

Example 325x300

UMKM juga mampu menyerap 97% total angkatan kerja dan menarik hingga 60% total investasi di Indonesia. Untuk itu penting bagi Pemerintah untuk mengembangkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global melalui kemitraan. Ketua KPPU juga mencatat bahwa pengelolaan kemitraan UMKM berada di berbagai Kementerian/Lembaga dan pemerintah provinsi, sesuai dengan tugas dan kewenangannya.

Pengelolaan tersebut lebih diarahkan pada peningkatan jumlah UMKM yang bermitra, khususnya akses pada modal maupun pasar. Saat ini, dari target 11% UMKM telah menjalin kemitraan pada tahun 2024, baru terealisasi 7%. Artinya dibutuhkan strategi bagi akselerasi dan peningkatan sinergi antar Kementerian/Lembaga untuk mencapai target tersebut.

Ada 4 (empat) strategi yang dikemukakan Ketua KPPU, yakni pembuatan regulasi yang melindungi UMKM dalam bertransaksi di pasar digital, integrasi pendataan kemitraan, peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta peningkatan edukasi bagi UMKM terkait kemitraan.KPPU menilai bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global adalah menggunakan akses ke teknologi. Dari target 50% (atau 32,1 juta) dari UMKM Indonesia telah go-digital pada tahun 2024, telah terpenuhi sekitar 24,8 juta UMKM yang go-digital. Tahun ini diproyeksikan mencapai 30 juta UMKM. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, semakin meningkat kebutuhan UMKM untuk dilindungi di pasar digital tersebut. Untuk itu menurut Ketua KPPU, dibutuhkan suatu regulasi atau peraturan perundang-undangan yang mampu melindungi UMKM dalam memasarkan produknya di pasar digital. “Regulasi ini dibutuhkan dalam mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan data, maupun penyalahgunaan posisi dominan oleh pemilik platform. Berbagai negara telah mengadopsi hal tersebut, seperti Eropa, Korea Selatan, dan Thailand. Indonesia patut memiliki peraturan serupa dalam melindungi UMKM kita dalam bersaing dalam pasar digital”, jelas Ketua KPPU.

Perlindungan UMKM di pasar digital juga sangat penting jika dilihat pada sisi perlindungan data, karena produk UMKM rentan untuk ditiru. Terlebih baru 11% UMKM Indonesia hingga tahun 2023 yang telah mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan intelektual ciptaannya. Oleh karenanya, Ketua KPPU mendorong Menteri Koperasi dan UKM agar regulasi atau peraturan perundang-undangan untuk melindungi UMKM di pasar digital patut disegerakan.

“Peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang atau pada tahap awal, peraturan Menteri untuk melindungi pelaku UMKM di pasar digital patut disegerakan”, tegas Ketua KPPU.

Strategi kedua, diperlukannya pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha. Saat ini baru ada sekitar 5,8% UMKM yang memiliki nomor induk berusaha. Kondisi ini akan mempersulit pengawasan atas kemitraan dalam belanja Pemerintah, pengawasan komitmen porsi kemitraan di sektor sawit, sinergi pendataan, maupun peningkatan kualitas kemitraan agar kemitraan yang dibuat tidak hanya sekedar charity dari pelaku usaha besar. Kedua pihak yakin bahwa perlindungan UMKM, kemitraan yang berkualitas, dan efektifitas pelaksanaan kemitraan dapat berjalan secara simultan, sehingga mampu memberikan dampak positif bagi perkuatan fundamental perekonomian nasional. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 1654x355